Budaya
organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implicit
oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan , dan
bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Budaya merefleksikan nilai
-nilai dan keyakinan yang dimiliki oleh anggota organisasi. Nilai-nilai
tersebut cenderung berlangsung dalam waktu lama dan lebih tahan terhadap
perubahan. Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu
dalam perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada system nilai
keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi
tersebut.
Menurut
Taliziduhu Ndraha (1997:65) mengemukakan bahwa: “budaya organisasi sebagai
input terdiri dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya manusia,
pihak yang berkepentingan, dan masyarakat.
Ada
tiga tingkatan dalam menganalisis budaya organisasi, yaitu:
1.
Budaya organisasi yang tampak (observable culture)
2.
Nilai-nilai yang dikontribusikan (shared values), dan
3.
Asumsi-asumsi umum, seperti yang dikemukakan oleh John R.Schermerhorn, James
G.Hunt, dan Richard N.Osborn (1991: 341)
Menurut
Edgar H.Schein, tingkat pertama dari analisis budaya organisasi adalah
fakta-fakta seni, ciptaan-ciptaan, teknologi, seni dan bentuk-bentuk perilaku
yang tampak serta dapat didengar. Adapun tingkat analisis kedua adalah
kesadaran terhadap nilai-nilai yang berlaku dan tingkat analisis ketiganya
adalah asumsi-asumsi dasar, hubungan dengan lingkungan, kenyataan dan
kebenaran, aktivitas manusia serta hubungan manusia.
BUDAYA ORGANISASI DAN
UNSUR-UNSURNYA (At a Glance)
Pengertian Budaya Organisasi
Keith
Davis dan John W.Newstrom (1989:60) mengemukakan bahwa: “ organizational
culture is the set of assumptions, beliefs, values, and norm that is shared
among its member ”. Lebih lanjutJohn R Schermerhorn dan James G. Hunt
(1991:340) mengemukakan bahwa “ organizational culture is the system of shared
beliefs and values that develops within an organization and guides the behavior
of its member ”. Sedangkan Edgar h.Schein (1992: 21) berpendapat bahwa: “ An
organization’s culture is a pattern of basic assumptions invented, discovered
or developed by a given groups as it learns to cope with is problems of
external adaptation and internal integration that has worked well enough to be
considered valid and to be taugh to new members as the coorect way to perceive,
think and feel in relation to these problems.
Menurut
Vijay Sathe: “Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki
bersama anggota masyarakat.
Berdasarkan
pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi adalah
seperangkat asumsi atau system keyakinan, nilai-nilai dan norma-norma yang dikembangkan
dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya
untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Budaya
organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya
suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai
karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif,
bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. “Nada di atas” sering digunakan
untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat membantu
karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif dapat
menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau vandalisme.
faktor-faktor
pengaruh:
a)
Faktor Individu,tingkat pengetahuan, nilai moral, sikap pribadi, tujuan
pribadi, dan lain-lain.
b)
Faktor Sosial,norma budaya; keputusan, tindakan dan perilaku rekan kerja; serta
nilai moral dan sikap kelompok referensi (seperti suami/istri/pacar, teman,
saudara, dll).
c)
Kesempatan/Peluang,kebebasan yang ‘diberikan’ organisasi pada setiap karyawan
untuk berperilaku tidak etis. Hal ini tercermin pada kebijakan, prosedur, dan
kode etik organisasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar