Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari
Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya
tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan
kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres
IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi
nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip
Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya
Kode Etik Profesi Akuntan Publik
(Kode Etik) ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian
B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan
memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari
Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka konseptual
tersebut pada situasi tertentu.
Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan
aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor
akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun
yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang
meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam
standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu
tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi”. Anggota IAPI yang tidak berada
dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa profesional seperti
tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik
ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi
dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode
Etik ini
Kredibilitas adalah kualitas,
kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Aplikasi umum yang
sah dari istilah kredibilitas berkaitan dengan kesaksian dari seseorang atau
suatu lembaga selama persidangan. Kesaksian haruslah kompeten dan kredibel apabila
ingin diterima sebagai bukti dari sebuah isu yang diperdebatkan.
Kredibilitas
dari saksi atau pihak tergantung kepada kemampuan hakim atau juri (di negara
yang menggunakan sistem juri) untuk mempercayai dan menyakini apa yang ia
katakan, dan terkait dengan akurasi dari kesaksiannya sendiri terhadap logika,
kebenarannya, dan kejujuran. Kredibilitas pribadi tergantung pada kualitas dari
seseorang yang akan mengarahkan juri untuk percaya atau tidak percaya kepada
apa yang ia katakan.
Profesionalisme (profésionalisme) ialah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara
pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat pada
atau dilakukan oleh seorang profesional. Profesionalisme berasal daripada
profesion yang bermakna berhubungan dengan profesion dan memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Jadi, profesionalisme adalah tingkah
laku, kepakaran atau kualiti dari seseorang yang profesional (Longman, 1987).
Skeptisisme adalah aliran yang secara
radikal dan fundamental tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran itu, atau
sekurang-kurangya skeptisisme meragukan secara mendasar kemampuan pikiran
manusia untuk memperoleh kepastian dan kebenaran pengetahuan. Skeptisisme
mengingkari kemungkinan bagi manusia untuk mengetahui secara pasti. Aliran ini
muncul karena pada kenyataannya banyak pengalaman dalam perjalanan sejarah
manusia, suatu kebenaran yang sudah baku pada suatu masa ternyata pada akhirnya
menjadi suatu ketidakbenaran bahkan kegilaan.
Konservatisme
adalah prinsip dalam pelaporan keuangan yang dimaksudkan untuk mengakui dan
mengukur aktiva dan laba dilakukandengan penuh kehati-hatian oleh karena
aktivitas ekonomi dan bisnis yang dilingkupi ketidakpastian (Wibowo, 2002).
Implikasi dari penerapan prinsip ini adalah pilihan metode akuntansi ditujukan
pada metode yang melaporkan laba dan aktiva lebih rendah atau utang lebih
tinggi. Peneliti lain, Basu (1997) mendefinisikan konservatisme sebagai praktik
mengurangi laba (dan mengecilkan aktiva bersih) dalam merespons berita buruk
(bad news), tetapi tidak meningkatkan laba (meninggikan aktiva bersih) dalam
merespons berita baik (good news).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar